PAKAN

Konsentrat Limah Pertanian

Popular Posts

Entri Populer

Penelitian Kambing Boer

"UPAYA PENINGKATAN KUALITAS KAMBING LOKAL
MELALUI GRADING-UP DENGAN KAMBING BOER"

Oleh: 
Idalina Harris,Ir. M.S
Lembaga Penelitian UNILA


ABSTRAK
Tujuan penelitian yang dilakukan pada tahun pertama (tahun anggaran 2007) adalah untuk menghasilkan informasi tentang kondisi fisiologis dan reproduksi induk sejak awal kegiatan, kawin, sampai beranak serta pada saat kelahiran grade 1 kambing Boerawa (hasil persilangan kambing Boer dan Peranakan Ettawa/PE tahap pertama) dan kambing Boercang (hasil persilangan kambing Boer dan Kacang tahap pertama) serta hasil perkawinan sesama PE atau Kacang.

Penelitian tahun pertama ini dilakukan dengan bekerja sama Instalasi Produksi Mani Beku, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung untuk mendapat-kan semen Boer; Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika/KTDDR wilayah Lampung sebagai pendamping kelompok ternak melalui Program Pemberdayaan Peternak di Pekon Batu Keramat, Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus; Kelompok Ternak Tunas Harapan dan Sido Majuyang mendapat pendampingan dari KTDDR—dimana kambing milik peternak anggota kedua kelompok tersebut digunakan untuk kambing penelitian; peternak kambing Kacang yang bukan anggota kedua kelompok ternak tersebut di atas.

Kambing yang digunakan pada penelitian tahun pertama ini masing-masing 40 ekor kambing PE dan Kacang yang dipelihara secara intensif. Rincian persilangan yakni 20 ekor kambing PE dan Kacang disilangkan dengan kambing Boer dan sisanya dengan sesama bangsanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama kebuntingan kambing PE atau Kacang yang disilangkan dengan kambing Boer lebih singkat (P < 0,05) daripada yang disilangkan dengan sesama bangsanya; litter size dari semua basil persilangan grade 1 tidak berbeda nyata (P>0,05); bobot lahir kambing Boerawa grade 1 lebih berat (P < 0,05) daripada bobot lahir anak kambing PE dan bobot lahir anak kambing Boercang grade 1 juga lebih berat (P < 0,05) daripada anak kambing Kacang. ABSTRAK Sosro Wardoyo, S.Pt., Sadar, SHI., Sugeng Prayitno, S.Pt., PENGALAMAN PEMBERDAYAAN PETERNAK KAMBING DI KABUPATEN TANGGAMUS-LAMPUNG Pada Program Pengembangan Kambing Boerawa Kampoeng Ternak - Dompet Dhuafa Republika. Kampoeng Ternak merupakan lembaga jejaring dari Dompet Dhuafa Republika (DD), sebuah organisasi nirlaba yang mengelola dana zakat, infaq, sedekah, wakaf, dana-dana kemanusiaan, dan dana-dana sosial perusahaan (corporate social responsibility). Aktivitas utama Kampoeng Ternak adalah pengembangan usaha peternakan yang berbasiskan pada peternakan rakyat. Kampoeng Ternak concern untuk menumbuh-kembangkan entitas dan iklim kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) dalam komunitas peternakan rakyat, meningkatkan kualitas kesejahteraan petani-peternak, membangun jaringan peternakan rakyat di Indonesia. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang model pemberdayaan Kampoeng Ternak serta berbagi pengalaman atas perjalanan proses pemberdayaan peternak di Kabupaten Tanggamus. Melalui pemberdayaan peternak yang berkerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tanggamus pada awal program melibatkan 120 peternak yang tergabung dalam 6 kelompok di 6 desa pada 4 kecamatan, dengan ternak sebar awal adalah 600 ekor bibit kambing Peranakan Ettawa (PE) betina, 60 ekor pejantan boerawa (F1) dan 2 pejantan PE. Ternak yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu sebanyak 600 ekor induk Kambing PE. Sedangkan untuk jumlah anak yang diamati sebanyak 461 ekor anak kambing PE dan Boerawa, yang terdiri dari 216 ekor anak jantan dan 245 ekor anak betina. Dalam melakukan analisa data dari setiap ternak yang ada akan dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan jenis kelaminnya. Adapun data-data dan pengukuran biometri tubuh ternak lainnya yang dilakukan secara langsung dalam mendukung kegiatan seleksi, yaitu: bobot lahir dan liter size. Bobot Lahir dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin (jantan dan betina), kemudian dianalisis dengan cara mencari rataan ( ) dan standar deviasi (s), setelah diketahui rataan ( ) dan standar deviasi (s) kemudian data ukuran-ukuran tubuh tersebut dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu: Kelas 1 (s) {x > ( + s)}, Kelas 2 : { < x < ( + s)}, Kelas 3 {( – s) < x < }, Kelas { x < ( – s) }

Dari induk awal 600 ekor, sebanyak 471 ekor induk yang sudah pernah melahirkan dengan jumlah anak yang dilahirkan sebanyak 670 ekor, nilai Litter Size (LS) sebesar 1,43%, yang berati setiap kelahiran induk menghasilkan anak sebanyak 1,43 ekor. Pada Awal Agustus 2007 jumlah populasi ternak sebanyak 834 ekor yang tersebar pada 151 peternak. Dalam perjalanannya selama 20 bulan ini terjadi penyusutan induk sebesar 21,50%. Jumlah anak yang sudah dihasilkan sebanyak 670 ekor yang terdiri dari PE 272 ekor sedangkan jumlah BOERAWA yang dihasilkan sebanyak 398 ekor. Jumlah anak yang masih hidup sampai akhir Agustus 2007 sebanyak 224 ekor, terjadi penyusutan sebesar 66,57%. Penyebab terjadinya penyusutan ternak ini antara lain yaitu telah terjadinya kematian, maupun penjualan karena sudah di bagi hasil. Frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 1 berdasarkan bobot lahir 21,30 dan 17,14%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang masuk kategori kelas 2 adalah 25,00% dan 21,63%. Frekuensi terbesar untuk anak jantan dan anak betina berdasarkan bobot lahir adalah pada kelas 3 sebesar 37,50% dan 59,18%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 4 sebesar 16,20% dan 2,04%.Rataan bobot lahir anak jantan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan anak betina.

Pendapatan peternak ditahun ke-1 (120 orang) dengan pendapatan dari bagi hasil Syirkah Muhdarobah (60% : 40%) setiap peternak mendapat pendapatan perbulan rata-rata sebesar Rp.11.000,- dan di tahun ke-2 dengan peternak sebanyak 151 rata-rata peternak mendapat pendapatan sebesar Rp.19.500,-. Manajemen dalam upaya peningkatan pendapatan melaui program Kampoeng Ternak dalam mengadakan penggemukan untuk Tebar Hewan Qurban tahun 1427 H.

Perkembangan kelompok pada bulan ke-20 (Agustus 2007) atas keberadaan status struktur organisasi, aturan kelompok, pembiayaan oprasional, produktifitas ternak dan partisipasi anggota didapat dua golongan kelompok dengan performen baik yaitu Kelompok Sri Rejeki, Sido Maju dan Jati Mulyo. Namun ada kelompok yang memiliki performen kurang baik yaitu Kelompok Puspa Tanjung, Prambon Jaya, dan Madarijul Ulum, sehingga kelompok dengan performen kurang baik ini masih sangat membutuhkan pendampingan yang intensif dari segi oganisasi dan produktifitas ternak.

Kata kunci; pemberdayaan, kambing boerawa, kelompok tani.

KESIMPULAN
  1. Sebanyak 471 ekor induk melahirkan, jumlah anak yang dilahirkan sebanyak 670 ekor, nilai Litter Size (LS) sebesar 1,43%. Jumlah anak yang sudah dihasilkan sebanyak 670 ekor yang terdiri dari PE 272 ekor sedangkan jumlah BOERAWA yang dihasilkan sebanyak 398 ekor. Jumlah anak yang masih hidup sampai akhir Agustus 2007 sebanyak 224 ekor, terjadi penyusutan sebesar 66,57%.
  2. Frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 1 berdasarkan bobot lahir 21,30 dan 17,14%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang masuk kategori kelas 2 adalah 25,00 dan 21,63%. Frekuensi terbesar untuk anak jantan dan anak betina berdasarkan bobot lahir adalah pada kelas 3 sebesar 37,50% dan 59,18%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 4 sebesar 16,20 dan 2,04%.
  3. Pendapatan peternak ditahun ke-1 (120 orang) rata-rata sebesar Rp.11.000,- dan di tahun ke-2 dengan peternak sebanyak 151 rata-rata peternak mendapat pendapatan sebesar Rp.19.500,-.
  4. Perkembangan kelompok pada bulan ke-20 (Agustus 2007) atas keberadaan status struktur organisasi, aturan kelompok, pembiayaan oprasional, produktifitas ternak dan partisipasi anggota didapat dua golongan kelompok dengan performen baik yaitu Kelompok Sri Rejeki, Sido Maju dan Jati Mulyo dan ada kelompok yang memiliki performen kurang baik yaitu Kelompok Puspa Tanjung, Prambon Jaya, dan Madarijul Ulum.

SARAN
  1. Perlu dukungan berbagai pihak terutama pemerintah dalam peningkatan kualitas dan kuantitas program perbibitan di masyarakat seperti : Riset (pengkajian) yang kontinyu, teknologi perbibitan, pengembangan kelompok-kelompok perbibitan, dan kebijakan atas bibit-bibit yang dihasilkan.
  2. Perlunya pembentukan kelompok yang didasarkan pada nilai-nilai lokal yang selektif sebagai dasar penentuan dan pembentukan kelompok-kelompok pembibitan.

------- OOOO000000OOOO -------

"PENGALAMAN PEMBERDAYAAN PETERNAK KAMBING
DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG"

Pada Program Kerjasama Pengembangan Kambing Boerawa
Kampoeng Ternak Dompet Dhuafa Republika Dengan
Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus

Oleh :
Purnomo, S.Pt.
Sugeng Prayitno, S.Pt.
Sosro Wardoyo, S.Pt.
-->


ABSTRAK
Sosro Wardoyo, S.Pt., Sugeng Prayitno, S.Pt., PENGALAMAN PEMBERDAYAAN PETERNAK KAMBING DI KABUPATEN TANGGAMUS-LAMPUNG Pada Program Pengembangan Kambing Boerawa Kampoeng Ternak - Dompet Dhuafa Republika.

Kampoeng Ternak merupakan lembaga jejaring dari Dompet Dhuafa Republika (DD), sebuah organisasi nirlaba yang mengelola dana zakat, infaq, sedekah, wakaf, dana-dana kemanusiaan, dan dana-dana sosial perusahaan (corporate social responsibility). Aktivitas utama Kampoeng Ternak adalah pengembangan usaha peternakan yang berbasiskan pada peternakan rakyat. Kampoeng Ternak concern untuk menumbuh-kembangkan entitas dan iklim kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) dalam komunitas peternakan rakyat, meningkatkan kualitas kesejahteraan petani-peternak, membangun jaringan peternakan rakyat di Indonesia.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang model pemberdayaan Kampoeng Ternak serta berbagi pengalaman atas perjalanan proses pemberdayaan peternak di Kabupaten Tanggamus.

Melalui pemberdayaan peternak yang berkerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tanggamus pada awal program melibatkan 120 peternak yang tergabung dalam 6 kelompok di 6 desa pada 4 kecamatan, dengan ternak sebar awal adalah 600 ekor bibit kambing Peranakan Ettawa (PE) betina, 60 ekor pejantan boerawa (F1) dan 2 pejantan PE.

Ternak yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu sebanyak 600 ekor induk Kambing PE. Sedangkan untuk jumlah anak yang diamati sebanyak 461 ekor anak kambing PE dan Boerawa, yang terdiri dari 216 ekor anak jantan dan 245 ekor anak betina. Dalam melakukan analisa data dari setiap ternak yang ada akan dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan jenis kelaminnya. Adapun data-data dan pengukuran biometri tubuh ternak lainnya yang dilakukan secara langsung dalam mendukung kegiatan seleksi, yaitu: bobot lahir dan liter size.
Bobot Lahir dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin (jantan dan betina), kemudian dianalisis dengan cara mencari rataan ( ) dan standar deviasi (s), setelah diketahui rataan ( ) dan standar deviasi (s) kemudian data ukuran-ukuran tubuh tersebut dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu: Kelas 1 (s) {x > ( + s)}, Kelas 2 : { < x < ( + s)}, Kelas 3 {( – s) < x < }, Kelas { x < ( – s) }

Dari induk awal 600 ekor, sebanyak 471 ekor induk yang sudah pernah melahirkan dengan jumlah anak yang dilahirkan sebanyak 670 ekor, nilai Litter Size (LS) sebesar 1,43%, yang berati setiap kelahiran induk menghasilkan anak sebanyak 1,43 ekor. Pada Awal Agustus 2007 jumlah populasi ternak sebanyak 834 ekor yang tersebar pada 151 peternak. Dalam perjalanannya selama 20 bulan ini terjadi penyusutan induk sebesar 21,50%. Jumlah anak yang sudah dihasilkan sebanyak 670 ekor yang terdiri dari PE 272 ekor sedangkan jumlah BOERAWA yang dihasilkan sebanyak 398 ekor. Jumlah anak yang masih hidup sampai akhir Agustus 2007 sebanyak 224 ekor, terjadi penyusutan sebesar 66,57%. Penyebab terjadinya penyusutan ternak ini antara lain yaitu telah terjadinya kematian, maupun penjualan karena sudah di bagi hasil. Frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 1 berdasarkan bobot lahir 21,30 dan 17,14%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang masuk kategori kelas 2 adalah 25,00% dan 21,63%. Frekuensi terbesar untuk anak jantan dan anak betina berdasarkan bobot lahir adalah pada kelas 3 sebesar 37,50% dan 59,18%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 4 sebesar 16,20% dan 2,04%.Rataan bobot lahir anak jantan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan anak betina.

Pendapatan peternak ditahun ke-1 (120 orang) dengan pendapatan dari bagi hasil Syirkah Muhdarobah (60% : 40%) setiap peternak mendapat pendapatan perbulan rata-rata sebesar Rp.11.000,- dan di tahun ke-2 dengan peternak sebanyak 151 rata-rata peternak mendapat pendapatan sebesar Rp.19.500,-. Manajemen dalam upaya peningkatan pendapatan melaui program Kampoeng Ternak dalam mengadakan penggemukan untuk Tebar Hewan Qurban tahun 1427 H.

Perkembangan kelompok pada bulan ke-20 (Agustus 2007) atas keberadaan status struktur organisasi, aturan kelompok, pembiayaan oprasional, produktifitas ternak dan partisipasi anggota didapat dua golongan kelompok dengan performen baik yaitu Kelompok Sri Rejeki, Sido Maju dan Jati Mulyo. Namun ada kelompok yang memiliki performen kurang baik yaitu Kelompok Puspa Tanjung, Prambon Jaya, dan Madarijul Ulum, sehingga kelompok dengan performen kurang baik ini masih sangat membutuhkan pendampingan yang intensif dari segi oganisasi dan produktifitas ternak.

Kata kunci; pemberdayaan, kambing boerawa, kelompok tani.

KESIMPULAN
  1. Sebanyak 471 ekor induk melahirkan, jumlah anak yang dilahirkan sebanyak 670 ekor, nilai Litter Size (LS) sebesar 1,43%. Jumlah anak yang sudah dihasilkan sebanyak 670 ekor yang terdiri dari PE 272 ekor sedangkan jumlah BOERAWA yang dihasilkan sebanyak 398 ekor. Jumlah anak yang masih hidup sampai akhir Agustus 2007 sebanyak 224 ekor, terjadi penyusutan sebesar 66,57%.
  2. Frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 1 berdasarkan bobot lahir 21,30 dan 17,14%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang masuk kategori kelas 2 adalah 25,00 dan 21,63%. Frekuensi terbesar untuk anak jantan dan anak betina berdasarkan bobot lahir adalah pada kelas 3 sebesar 37,50% dan 59,18%. Sedangkan frekuensi anak jantan dan betina yang mempunyai kelas 4 sebesar 16,20 dan 2,04%.
  3. Pendapatan peternak ditahun ke-1 (120 orang) rata-rata sebesar Rp.11.000,- dan di tahun ke-2 dengan peternak sebanyak 151 rata-rata peternak mendapat pendapatan sebesar Rp.19.500,-.
  4. Perkembangan kelompok pada bulan ke-20 (Agustus 2007) atas keberadaan status struktur organisasi, aturan kelompok, pembiayaan oprasional, produktifitas ternak dan partisipasi anggota didapat dua golongan kelompok dengan performen baik yaitu Kelompok Sri Rejeki, Sido Maju dan Jati Mulyo dan ada kelompok yang memiliki performen kurang baik yaitu Kelompok Puspa Tanjung, Prambon Jaya, dan Madarijul Ulum.
SARAN
  1. Perlu dukungan berbagai pihak terutama pemerintah dalam peningkatan kualitas dan kuantitas program perbibitan di masyarakat seperti : Riset (pengkajian) yang kontinyu, teknologi perbibitan, pengembangan kelompok-kelompok perbibitan, dan kebijakan atas bibit-bibit yang dihasilkan.
  2. Perlunya pembentukan kelompok yang didasarkan pada nilai-nilai lokal yang selektif sebagai dasar penentuan dan pembentukan kelompok-kelompok pembibitan.
-------ooooo00000ooooo--------

"KLASIFIKASI KAMBING BOER"

1. Kambing Boer Registered Fullblood
    Kambing boer galur murni asal Afrika Selatan bersertifikat/terdaftar (registered fullblood).

2. Kambing Boer Unregistered fullblood atau Komersial
    Kambing boer galur murni tidak bersertifikat atau tidak terdaftar (unregistered fullblood atau komersial).

3. Kambing Boer Purebred atau F4/F5 ke atas
    Kambing boer galur setara murni (purebred atau F4/F5 ke atas).

4. Kambing Boer Kelas A
    Kambing boer galur F3 dari tetua Kambing Boer Registered Fullblood

5. Kambing Boer Kelas B  
    Kambing boer galur F2 dari tetua Kambing Boer Registered Fullblood

6. Kambing Boer Kelas C
    Kambing boer galur F1 dari tetua Kambing Boer Registered Fullblood

------ooooo0000ooooo------

"PERSILANGAN BALIK BOERAWA"
Oleh:
Sosro Wardoy, S.Pt.


Persilangan balik adalah sistem perkawinan silang yang keturunannya selalu disilang balikan (back crossing) dengan bangsa tetua dari bangsa pejantan dari ras boer dengan maksud untuk mengubah bangsa induk lokal atau PE menjadi bangsa pejantan boer yang berasal dari ternak impor.

Pejantan yang digunakan dalam setiap persilangan harus berbeda-beda keturunan atau tetuanya guna menghindari silang dalam.

Hasil silangan pertama disebut silangan I atau grade I, karena dalam hal ini grade I merupakan hasil silangan biasa, dapat pula disebut sebagai F1. Tetapi silangan 2 disebut grade 2 dan seterusnya. Komposisi darah dari grade 4 adalah mendekati 100% boer, yaitu sebesar 93% - grade 4 ini disebut sebgai Appendix-4 (grade 4) dan ini yang menjadi tujuan dari pengembangan boerawa di Tanggamus sebagai ras baru di Indonesia.

Kendala-kendala yang akan dihadapi di lapangan dalam pembentukan boerawa grade 4 yaitu dengan model pembentukan boerawa di tingkat peternak dengan kelompok tani ternak di pedesaan dan dengan latar belakang perekonomian rendah/dhuafa akan berakibat pada :
  1. Perkawinan dengan IB mempunyai keberhasilan kurang dari 50%, sehingga peternak akan lebih menyukai perkawinan secara alami.
  2. Grade 1/F1 betina akan dijual peternak.
  3. Grade 1/F1 akan dipelihara peternak sampai besar dan mempunyai kemungkinan besar akan digunakan sebagai pejantan.
  4. Ilmu pembentukan boerawa tingkat peternak jauh dari memadai.
  5. Asumsi F1 adalah boerawa sebagai hasil akhir harus dihilangkan dan harus diawasi recording secara ketat.
  6. Merasa sayang terhadap induk PE jika diganti dengan boerawa grade 1 dan sayang diganti dengan grade 2 dan seterusnya.
  7. Perlunya investasi besar untuk membeli boerawa yang dijual peternak agar betina dapat dijadikan induk dan menjauhkan pejantan boerawa (sebelum F4) sebagai pejantan.
  8. Perlunya peternak atau kelompok atau peternakan khusus penampungan betina unggul hasil-hasil persilangan.
  9. Perlunya evaluasi hasil persilangan-persilangan boerawa dari tinjauan produktivitas dan peningkatan perekonomian peternak.
Evaluasi Hasil Persilangan
Dengan produktivitas, dimaksudkan seberapa besar hasil yang diperoleh dari seekor ternak pada kurun waktu tertentu. Untuk kambing boerawa indeks produktivitas dapat berupa jumlah berat hidup cempe boerawa sapihan per tahun.
Untuk mendapatkan produktifitas berat hidup per tahun harus dicari angka kelahiran pertahun, angka panen cempe per tahun dan rerata berat hidup cempe boerawa pada umur tertentu.
Contoh 1 :
Seekor kambing PE (dengan kawin IB) dapat beranak 3 kali selama 2 tahun, jumlah anak boerawa sepelahiran 150% dan angka panen cempe boerawa 80%, sedangkan rerata berat cempe boerawa pada umur 7 bulan adalah 15 kg. Akan dicari indeks produktifitas kambing boerawa di Tanggamus.
Penyelesaian :
Angka sepelahiran; 3 kali / 2 tahun = 3/2 per tahun
Panen cempe; 150% x 80% = 120%
Jadi indeks produktifitas; 3/2 x 1,20 x 15 kg = 27 Kg
Indeks produktifitas sebesar 27 kg berarti dalam 1 tahun kambing PE tersebut dapat menghasilkan boerawa sapihan sebanyak 1,2 ekor dengan berat total 27 kg.
Perhitungan angka produktifitas ini sangat penting dalam evaluasi persilangan dalam membentuk kambing boerawa, karena biasanya persilangan hanya memperbaiki angka produksinya yaitu daging tetapi kurang bahkan kadang-kadang berpengaruh negative terhadap angka reproduktivitasnya.
Berikut ini rekaan hasil suatu persilangan
Contoh 2.
Apa yang terjadi jika kambing betina PE disilangkan dengan pejantan boer sehingga anak F1 boerawa kecepatan pertumbuhannya bertambah, tetapi reproduksinya berkurang. Dimisalkan umur 7 bulan berat hidup menjadi 20 kg, tetapi hanya dapat beranak sekali dalam 1 tahun dengan angka sepelahiran 135%.
Penyelesaian :
Angka kelahiran; 1 kali / 1 tahun = 1 ekor pertahun.
Panen cempe; 135% x 80% = 108%
Jadi produktifitas; 1 x 1.08 x 20 kg = 21 kg.
Dari hasil persilangan itu dapat diambil kesimpulan sebgai berikut:
Ditinjau dari kecepatan pertumbuhannya, kambing silangan/boerawa lebih baik dari pada kambing lokal, karena berat badan umur 7 bulan kambing silangan = 20 kg, sedangkan kambing lokal 15 kg. Kalau dilihat dari angka sepelahiran, mulai tampak sedikit kerugian dari persilangan, yaitu 150% jadi 135% karena perbedaan yang kecil ini maka sering diduga bahwa produktivitas kambing silangan lebih baik, karena lebih besar badanya, namun bila dihitung dari produktivitasnya, kambing silangan hanya dapat beranak 1 kali dalam 1 tahun.

----oooo00oooo----


"PERFORMAN DAN INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK KAMBING BOERAWA DAN KAMBING PERANAKAN ETAWA PADA PEMELIHARAAN RAKYAT"

Oleh; Akhmad Dakhlan
Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Publikasi; http://blog.unila.ac.id

Abstract
This research was conducted to evaluate and to compare the performance of Boerawa does and Etawa Grade does, i.e: (a) weaning weight, (b) litter size, (c) kidding interval, and d) does productivity index.
This research was conducted on June 2006 in Campang Village, Gisting District, Tanggamus Regency. Survey methode was used to get the material research including recording of mating, birthday, birth weight, and weaning weight of thirty Boerawa does and thirty Etawa grade that burning twice and three time of kidding.
The result showed that average of Boerawa weaning weight (17,88±0,77 kg) bigger (P<0,05) than Etawa Grade (16,30±1,21 kg). Kidding interval of Boerawa does (11,77±0,41 month) did not differ (P>0,05) from Etawa Grade does (11,82±0,48). Litter size of Boerawa does (1,71±0,37 ekor) did not differ (P>0,05) from Etawa Grade does (1,57±0,28). The result indicated also that productivity index of Boerawa does (30,14±7,31 kg) higher (P<0,05) than of Etawa Grade (25,28±5,25 kg).

Keywords: Performance, Boerawa and PE goat, Does productivity index

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
  1. Performan kambing Boerawa lebih baik daripada kambing PE.
  2. Nilai IPI induk kambing Boerawa dalam menghasilkan bobot sapih anak (30,14±7,31 kg) lebih tinggi (P<0,05) daripada nilai IPI kambing PE (25,28±5,25 kg).
----oooo000oooo----
"NILAI PEMULIAAN SIFAT-SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA GRADE 1-4 PADA TAHAP GRADING UP KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA OLEH PEJANTAN BOER"
Oleh: Sulastri,Ir.
Lembaga Penelitian Universitas Lampung
Publikasi; http://pertumbuhankambingboerawagradeunila.wordpress.com

RINGKASAN
Penelitian dilakukan pada populasi kambing milik anggota kelompok tani Sumber ezeki, Desa Campang I, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus dengan metode eksperimental. Tujuan penelitian secara keseluruhan adalah embandingkan performans pertumbuhan, performans reproduksi, performans produksi, dan mutu genetik kambing Boerawa (Saburai ) Grade 2 (G2) dengan ambing Saburai Filial 1 (F1). Pengamatan tahun pertama dimulai 4 Januari ampai dengan 15 September 2007 dengan tujuan membandingkan performans ambing Saburai G2 dengan Saburai FI. Bahan penelitian terdiri dari 30 ekor ambing Saburai G2 dan 30 ekor Saburai Filial 1 (F1) betina yang sudah beranak satu kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans pertumbuhan (ratarata obot lahir =3,83 ± 0,13 kg, bobot sapih=24,62 ± 0,93 kg, dan bobot ahunan = 41,28 ± 1,87 kg) kambing Saburai G2 lebih tinggi daripada Saburai Fl (rata-rata bobot lahir = 2,87 ± 0,15 kg, bobot sapih=24,01 ± 1,35 kg, dan bobot setahunan = 38,38 ± 0,94 kg ). Performans reproduksi (efisiensi reproduksi 115,38 ± 12,31 %, service per conception=1,200 ± 0,407 kali, dan litter ize=1,94 ± 0,28 ekor ) lebih baik (P<0,05) daripada kambing Saburai F1(efisiensi reproduksi = 113,17 ± 6,69 %, service per conception=1,80 ± 0,61 kali, an litter size=1,67 ± 0,01 ekor ). Performans produksi (nilai Daya Produktivitas induk = 28,61 ± 2,46 kg dan Indeks Produktivitas Induk =77,90 ± 11,28 kg,) kambing Saburai G2 lebih tinggi daripada kambing Boerawa (Saburai) Fl (Daya Produktivitas Induk = 25,69 ± 1,50 kg dan Indeks Produktivitas Induk = 70,84 ± 11,90 kg). Mutu genetik (Nilai Pemuliaan = 25,78 ± 1,89 kg dan Most Probable Producing Ability pada bobot sapih= 24,80 ± 0,63 kg ) kambing Saburai G2 lebih tinggi daripada kambing Saburai F1 (Nilai Pemuliaan = 22,71 ± 0,76 kg dan Most Probable Producing Ability =22,71 ± 0,71 kg). Disimpulkan bahwa performans kambing Saburai G2 lebih baik daripada Saburai Fl.
----ooo000ooo----

“Does Productivity Index of Boerawa Does and Etawa Grade Does Fed
by Traditional and Rational Foodstuff”

A. Dakhlan1, Sulastri2, I. Damayanti2, Budiyah2, and K. Kristianto2
Department of Animal Science, Faculty of Agriculture, Lampung University
Balai Pembibitan Ternak Unggul-Kambing, Domba, dan Itik Pleihari Kalimantan Selatan
http://repository.ipb.ac.id


ABSTRACT
Boerawa goat is crossbreed between Boer buck and Ettawa Grade does. This research was conducted to investigate: (a) interaction between goat breed and kind of foodstuff to does productivity index of Boerawa does and Etawa Grade does, (b) the effect of goat breed on does productivity index of Boerawa does and Etawa Grade does, (c) the effect of kind of foodstuff on does productivity index of Boerawa does and Etawa Grade does based on their kid weaning weight. This research was conducted with experimental method using 20 Boerawa does and 20 Etawa grade does having two-three times of kidding period. Ten Boerawa does and 10 Etawa grade does got rational foodstuff (60% forage and 40% concentrate), and 10 Boerawa does and 10 Etawa grade does got traditional foodstuff (100% forage). Factorial (2x2) of completely randomized design with ten replications was used in this study.
The result showed that there was no interaction between goat breed and kind of foodstuff to does productivity index of Boerawa does and Etawa Grade does. The result indicated also that does productivity index (40,900 kg) of Boerawa does higher (P<0,01) than does productivity index (30,996 kg) of Etawa Grade does. The result indicated also that does productivity index (41,298 kg) of goat got rational foodstuff higher (P<0,01) than does productivity index (30,598 kg) of goat got traditional foodstuff. It could be concluded that Boerawa does were more productive than Etawa Grade does.

Key word: weaning weight, Boerawa does and Etawa Grade does, does productivity index

----oo00oo----

"Boerka: Kambing Unggul Silangan Boer dan Kacang"
http://www.litbang.deptan.go.id

Kawin silang (crossbreeding) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak secara cepat. Melalui cara ini, telah dihasilkan kambing unggul Boerka, hasil persilangan pejantan Boer (tipe pedaging) dengan induk kambing Kacang (tipe prolifik, beranak banyak). Kambing hasil silangan ini lebih unggul dibanding kambing lokal, yaitu, pertumbuhannya cepat dan bobot tubuhnya lebih besar. Daya adaptasi terhadap lingkungan tropik-basah pun sangat baik.

Kambing Boerka rata-rata meliliki bobot lahir 42% lebih berat dibanding kambing kacang. Bobot lahir anak jantan kambing Boerka cenderung lebih tinggi dibanding anak betina. Sejak disapih (umur 3 bulan) hingga dewasa (> 18 bulan), bobot tubuh kambing Boerka jantan rata-rata lebih tinggi 36-45% dibanding kambing Kacang, sedangkan Boerka betina lebih tinggi 26-40%. Pada umur 12-18 bulan, kambing Boerka jantan mencapai bobot tubuh 26-36 kg atau memenuhi persyaratan ekspor. Dengan demikian, kambing Boerka berpotensi dikembangkan secara komersial untuk tujuan ekspor.

Tingkat pertumbuhan anak kambing Boerka prasapih rata-rata 118 g/hari, jauh lebih tinggi dibanding anak kambing Kacang yang hanya 52-70 g/hari. Laju pertumbuhan kambing Boerka selama pasca sapih juga lebih tinggi dibanding kambing Kacang. Pada umur 3-6 bulan, misalnya, laju pertumbuhan kambing Boerka lebih tinggi rata-rata 42% dibanding kambing Kacang. Laju pertumbuhan yang lebih tinggi memungkinkan kambing Boerka mencapai bobot potong pada umur yang lebih muda.

Karkas kambing Boerka lebih baik dibanding kambing Kacang, namun kandungan nutrisi maupun sifat fisik relatif sama. Mutu karkas kambing Boerka termasuk mutu I, sama dengan kambing Kacang. Daging agak lembap, tekstur lembut dan kompak, warna merah khas daging, lemak panggul tebal, dan bau spesifik. Dengan karakteristik seperti itu, daging kambing Boerka akan diterima konsumen seperti halnya daging kambing Kacang.

Untuk mempercepat produksi dan penyebarluasan kambing Boerka, Loka Penelitian Kambing Potong membina kerja sama dengan pihak lain. Saat ini kerja sama dijalin dengan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara untuk jangka waktu 5 tahun. Melalui kerja sama tersebut, diharapkan kambing Boerka dapat memenuhi permintaan daging terutama di Sumatera Utara.
PERSILANGAN KAMBING BOER DENGAN KACANG SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN KAMBING KOMPOSIT UNTUK SUMBER BIBIT KAMBING POTONG DI INDONESIA
-->

Keragaan
Kacang (kg)
Boerka-1 (kg)
Bobot lahir
1.64±0.44
2.01±0.52
Bobot badan (90 hr)
6.12±1.57
7.68±1.60
Bobot badan (180 hr)
8.98±0.41
14.76±1.67
Bobot badan (270 hr)
10.01±1.09
17.57±3.75
Bobot badan (365 hr)
14.00±0.56
24.68±4.55


----oo00oo----
KAJIAN KARAKTERISTIK FISIK, KIMIAWI DAN
ORGANOLEPTIK PETIS DAGING KAMBING PE DAN
PERSILANGAN BOER DENGAN LOKAL
Oleh; Ratna Nuriningsih
http://elib.ub.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas petis daging kambing Boer
persilangan lokal dengan petis daging kambing PE ditinjau dari kadar protein, kadar pati, kadar air,
viskositas, kadar lemak dan sifat organoleptik.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaldu daging kambing yang dibuat dari hasil
perebusan daging kambing PE bagian loin sebelah kiri (9 ekor) dan daging kambing Persilangan Boer
dengan lokal bagian loin sebelah kiri (9 ekor) yang berumur 1 tahun dan bumbu-bumbu. Variabel yang
diukur adalah kadar protein, kadar pati, kadar air, viskositas, kadar lemak dan sifat organoleptik. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian eksperimental. Analisa yang digunakan adalah dengan uji t (t test)
untuk analisa kadar kadar protein, kadar pati, kadar air, viskositas, kadar lemak serta uji intensitas untuk
sifat organoleptik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan daging kambing yang berbeda yaitu daging
kambing persilangan Boer dengan lokal dan daging kambing PE memberikan perbedaan terhadap kadar
protein, kadar lemak dan kadar air petis daging kambing. Penggunaan 2 jenis daging kambing yang
berbeda memberikan hasil yang berbeda sangat nyata terhadap warna, rasa, dan aroma petis daging
kambing.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Penggunaan jenis daging kambing yang berbeda yaitu daging kambing peranakan
Boer (PB) dan daging kambing PE memberikan pengaruh terhadap kadar protein,
kadar lemak, dan kadar air.
2. Perlakuan Terbaik pada perlakuan penggunaan daging kambing PB dengan ratarata
nilai kadar air 20,82 %; kadar protein 14,14 %; kadar lemak 0,61 %; kadar
pati 39,65 %; viskositas 343,6 centipoise; rasa 2,96 (enak) ; bau 1,85 (tidak
berbau kambing); warna 3,12 (coklat).
5.2. Saran
Pembuatan petis daging kambing disarankan menggunakan daging kambing
peranakan Boer. Untuk mengetahui daya simpan petis daging kambing persilangan Boer
selama penyimpanan dan pemasaran pada suhu kamar hendaknya perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut.
DAF
---ooo---

0 komentar:

Posting Komentar